Sabtu, 22 Februari 2014
Kota yang tak bisa saya lupakan : BANDUNG
Apa rasanya patah hati dengan teramat sangat indah dan meninggalkan bekas yang begitu dalam? Seperti saya sekarang ini. Saya yang terlalu cinta dengan kota itu. Yang selama 7 tahun sudah saya tinggali dan menjadi rumah utama bagi saya. Tempat saya mulai belajar, tumbuh, jungkir balik, dan dewasa.
Saya tidak bisa membayangkan diri saya lepas dari kota itu: Bandung. Dari awal saya kuliah, dimulai ketika masa masa jiwa bebas saya untuk berkenala bersatu dengan udara Bandung. Terlalu banyak gegap gempita dalam tanahnya. Saya termakan, terngiang, tercengang, dan melonjak kegirangan.
Kota kecil metropolitan dengan udara dingin dan pepohonan sejuk yang saya tinggali. Tempat saya mengenal cinta, diri saya sendiri yang sebenarnya, dan harapan saya yang begitu membumbung tinggi.
Bisakah kamu mencintai sesuatu teramat sangat sehingga kamu takut meninggalkannya begitu saja? Saya punya rasa untuk kota Bandung ini. Kata sang pujangga Pidi Baiq "Dan Bandung bagiku bukan hanya masalah geografis, tapi melibatkan perasaan"
Saya cinta Bandung dengan segala macam yang ada didalamnya. Hingar bingarnya, tenangnya, dinginnya, metropolitannya, musisinya, jalanannya, makanannya, kenangannya, ramah tamahnya. Bandung menjadi saksi dimana Atha remaja mulai tumbuh menjadi dewasa. Dimana jati diri saya ditemukan di sudut sudut kota kecil ini. Saya yang tidak bisa diam menyerap apa saja yang ditawarkan oleh kota ini. Seperti Ibu dari segala ibu.
Masih saya ingat kerlap kerlap lampu kota ketika duduk di Bukit bintang, hingar bingar percakapan di Paris Van Java dan Cihampelas Walk, Penuh warna gedung sate saat malam minggu, Klakson mobil berpadu dengan megahnya gedung lama Braga, dinginnya lembang dan hutan Juanda, berdesak desakan di Marema dan gede bage, pertunjukkan bioskop setiap minggu yang saya datangi, event besar yang diadakan setiap bulannya, konser musisi papan atas dengan harga mahasiswa, makanan pinggir jalan, jalanan yang tertutup pohon lebat di sekitar cipaganti, pemandian air panas, penjaja lukisan penuh warna di Braga, musisi jalanannya yang oke punya, sudut sudut cafe kecil tempat percakapan kisah cinta, angkot yang lalu lalang, dan kabut di pagi hari yang dingin.
Saya bersyukur mengenal Bandung selama 7 tahun. Cinta ini akan terus ada. Kota yang tidak bisa saya lupakan di setiap hembusan nafas saya biarpun saya sudah berada di kota lain. Kota yang telah memberikan segalanya untuk saya dan saya mngucapkan beribu ribu terima kasih dan berdoa : semoga Bandung tetaplah serendah hati yang pernah saya kenal.
Terima Kasih Bandung. Saya mencintaimu.
Sabtu, 04 Januari 2014
Review Film : The Secret life of Walter Mitty
Enjoying my kind saturday alone, i watch movie. This time I choose The Secret Life of Walter Mitty. Karena hari libur dan berhubung pacar lagi di luar kota, saya memutuskan liburan saya sendiri. Rencana potong rambut, baca novel, dan menonton film. Film inilah yang saya pilih untuk menghabiskan sabtu saya.
Awalnya saya tidak mempunyai ekspektasi apa apa, apalagi bintangnya Ben Stiller saya rasa ini film komedi yang cocok untuk weekend. Nyatanya lebih daripada itu. Bercerita tentang seorang karyawan di majalah LIFE yang tekenal suka berkhayal dan canggung. Walter Mitty (Ben Stiller) sudah lama bekerja di majalah ternama itu dan tiba tiba terdengar kabar bahwa perusahaan mereka akan mengalami masalah besar. Walter yang bekerja di bagian negatif film harus berusaha mencari bagian poto yang hilang yang akan menjadi sampul majalah tersebut. Bukan hanya struggle dengan pekerjaannya, Walter bertemu dengan wanita cantik yang belum lama bekerja di perusahaan yang sama Cheryl Melhoff (Kristen Wiig). Walter harus keluar dari zona nyamannya untuk bertemu dengan potograper idolanya Sean O'Conner (Sean Penn) yang bisa menyelamatkan pekerjaannya untuk foto terakhir majalah LIFE. Dengan keberanian dan jenuh akan hidupnya, Walter pun mengalami pertualangan yang menajubkan dan pengalaman yang akan mengubah hidupnya kelak.
Film ini diangkat dari novel klasik James Thurber dengan nama yang sama pada tahun 1939. Film ini menjadi film pertama bagi Ben Stiller menjadi pemeran utama sekaligus sang sutradar itu sendiri. Film ini penuh dengan imajinasi Walter Mitty, pertualangan yang menabjubkan, dan komedi segar khas Ben Stiller. Dari awal sampe akhir saya tak henti hentinya terseyum dan hanyut dalam cerita. Cara penyampaian film ini diluar dugaan, dan pemandangan dari pertualangan Walter sangat membuat saya kagum. Film ini mengajarkan banyak hal. Ketekunan, keberanian, pertualangan, dan cinta. Karena kehidupan Walter seperti melihat kehidupan kita sendiri yang seringkali terjebak dalam rutinitas yang membosankan dan berimajinasi sendiri.
Walter yang kaku dan canggung berubah menjadi Walter yang tidak takut memulai pertualangan untuk tujuan hidupnya.
Film yang hampir 2 jam ini sangat cocok ditonton untuk weekend ini. Rating di Rotten Tomatoes 50% tapi bagi saya film ini cocok dihadiahi 80%. You should watch it and you dont regret it. Happy weekend!
Jumat, 20 Desember 2013
Pindah
Jika umur kamu sudah 23 tahun, sudah bisa dikatakan mapan dalam hidup, sudah bisa membiayai diri sendiri, dan bekerja sudah cukup lama, sudah saatnya memikirkan untuk pindah. Pindah disini bukan hanya sekedar pindah kerja atau rumah. Tapi juga pindah selera hidup bahkan keinginan yang ingin dicapai. Soal hati. Karena pindah sangat rentan dengan perubahan. Untuk sebagian orang, berpindah adalah hal yang menakutkan. Keluar dari zona nyaman dan banyak ketakutan dan rententan pertanyaan apakah bisa bertahan dari yang sekarang.
Saya bekerja di penerbitan di Bandung. Setiap mau pergantian tahun pasti ada perubahan struktur. Saya dicalonkan untuk pindah cabang yang di Medan. Kenapa? Karena kota itu sudah menjadi kampung halaman saya selama ini. Tapi saya ragu, saya takut, dan saya minta diberi waktu berpikir. Apa yang saya takutkan? Saya sudah cukup lama merantau di Bandung, sudah hampir 7 tahun. Kota ini sudah menjadi rumah kedua saya. Yang membangun diri saya, menjadi tmpat untuk hidup dengan segala macam keruwetan dan kesederhaan yang disajikan kota ini. Saya sudah jatuh cinta dengan kota ini. Mulai dari jalannya, kulinernya, event eventnya, filmnya, tempat wisatanya, bahkan diri saya sendiri di kota ini.
Saya terbiasa melakukan apa apa sendiri. Saya terbiasa berada di kamar saya yang hening dengan segala tumpuk buku dan film saya. Saya terbiasa dengan jalur angkotnya dan saya bahkan hapal dengan resto yang enak atau tempat hangout yang oke disini. Saya juga punya langganan coffee shop di kota ini. Saya sudah nyaman.Bandung bukan cuma kota, bahkan ini masalah hati. Mungkin Tuhan tersenyum saat menciptakan Bandung.
Tapi saya pikir nyaman juga bisa menakutkan. Terlalu nyaman malah. Setelah saya konsultasi dengan orang terdekat saya dan solat istikarah. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah. Pindah dari kota yang nyaman ke kampung halaman saya. Ketakutan saya terlalu besar tapi saya ingat kata Sudjewo Tedjo "kalo kita takut akan masa depan, maka kita meragukan Tuhan kita". Ada benarnya. Mungkin di kota Medan saya menemukan keruwetan lain, masalah lain, bahkan kesenangan lain. Saya dituntun untuk beradaptasi lagi dengan hal yang baru. Mungkin inilah poitifnya. Kadang manusia butuh pindah, agar tak berdiam diri saja. Dan lebih mengenal dirinya yang lain. :)
Langganan:
Postingan (Atom)